Earth nature field

Seni Visual di Era AI: Menjelajahi alam 2 (kesenian.id)

Kreativitas Manusa menempatkan memory pada pusat data global server (disimpan dan dijalankan di server, baik lokal (on-premise) maupun cloud (seperti AWS, Google Cloud, Azure). AI bekerja dengan memproses data, melatih model untuk mengenali pola, lalu membuat prediksi dari data baru. Proses ini disimpan dalam memori komputasi, untuk menyimpan model dan data pelatihan secara permanen. Kecerdasannya (memory) berkembang terus dengan pertanyaan/input manusia di bumi.
Post Reply
AgniA
Moderator
Posts: 9
Joined: Wed Apr 23, 2025 2:06 am

Seni Visual di Era AI: Menjelajahi alam 2 (kesenian.id)

Post by AgniA »

Pengantar

Diskusi panel yang diadakan oleh American Society of Cinematographers (ASC) di Clubhouse mereka pada Rabu, 11-12 Juni 2025 https://theasc.com/aisummit/event, dengan tema "Visual Artistry in the Age of AI," menawarkan wawasan mendalam tentang bagaimana kecerdasan buatan (AI) membentuk kembali lanskap pembuatan film. Para sinematografer, sutradara, pembuat konten AI, dan profesional industri berkumpul untuk mengeksplorasi potensi, tantangan, dan implikasi etis dari integrasi AI dalam proses kreatif. Diskusi ini menyimpulkan bahwa AI bukan hanya alat bantu teknis, melainkan juga kekuatan transformatif yang mendefinisikan ulang seni film.

Potensi Inovatif AI dalam Produksi Film

Salah satu poin utama yang muncul dari diskusi adalah potensi AI dalam memperluas batasan artistik dan teknis pembuatan film. Matthew Winhardt, Dante Spinotti ASC,AIC, dan Eleanor Argyropoulus mendemonstrasikan bagaimana AI dapat menghasilkan konten visual yang canggih, mulai dari shot visual yang kompleks hingga simulasi tekstur kamera lama yang otentik. Kemunculan alat bantu seperti "NVIDIA dan Comfy UI" menyoroti percepatan perkembangan teknologi AI yang dapat diakses oleh praktisi film. AI dipandang sebagai katalis untuk efisiensi produksi, memungkinkan otomatisasi tugas-tugas rutin, mempercepat proses pascaproduksi seperti upscaling gambar, dan menciptakan efek visual yang sebelumnya tidak mungkin terwujud. Fleksibilitas AI diperkirakan akan memperkaya berbagai genre film, termasuk film naratif, animasi, film eksperimental, dokumenter alam, serta produksi berita dan televisi realitas.

⚖️ Tantangan Etika dan Hukum

Di balik euforia inovasi, terdapat keprihatinan serius mengenai implikasi etika dan hukum AI. Para pengacara, seperti Angela Dunning dan Stephen Straus, menyoroti kompleksitas hak cipta dan kepemilikan intelektual atas konten yang dihasilkan AI. Isu deepfakes menjadi perhatian khusus, terutama potensi penyalahgunaannya yang dapat mengancam privasi individu dan menyebabkan dampak sosial yang merugikan.

Studi terbaru menegaskan bahwa inovasi teknologi AI harus didampingi oleh kerangka hukum dan etika yang kuat dan adaptif. Floridi (2020) menekankan pentingnya membangun aturan yang dapat dipercaya untuk AI agar pengembangannya bertanggung jawab dan dapat dipercaya di semua bidang, termasuk seni visual. Abbott dan Hollis (2019) membahas tantangan hukum pada teknologi deepfake, yang memerlukan regulasi untuk mencegah penyalahgunaan dan melindungi privasi. Laporan US Copyright Office (2025) menegaskan bahwa hak cipta saat ini hanya melindungi karya yang diciptakan oleh manusia, sehingga diperlukan reformasi hukum untuk mengakomodasi konten yang dihasilkan AI (Copyright Office 2025). Studi terkini juga menyoroti kebutuhan akan pembaruan kerangka hukum agar selaras dengan kemajuan AI dalam produksi media kreatif, termasuk perlindungan data, akuntabilitas, dan kejelasan hak kekayaan intelektual (Trends Research 2025; TechReg 2025).

Berdasarkan publikasi ilmiah terkini di tahun 2024, penggunaan AI di bidang industri menimbulkan tantangan etika seperti bias, diskriminasi, dan perlindungan data yang harus ditangani dengan sistem transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Wiley). Dalam konteks hak cipta dan kepemilikan intelektual, penanganan legal masih menghadapi ketidakjelasan terutama pada konten yang dihasilkan AI secara mandiri. Regulasi yang adaptif dibutuhkan untuk mencegah penyalahgunaan AI, terutama dalam menghadapi risiko deepfake dan pelanggaran privasi (PMC, DrPress 2024).

Dampak pada Proses Kreatif dan Peran Profesional

Diskusi mengungkap spektrum pandangan mengenai dampak AI terhadap peran kreatif manusia. Beberapa menyatakan kekhawatiran bahwa AI dapat mengancam pekerjaan tertentu, terutama bagi seniman efek visual, jika AI sepenuhnya menggantikan tugas-tugas kunci. Namun, pandangan yang lebih optimis juga hadir. Roberto Schaefer,ASC, AIC, seorang sinematografer terkemuka, serta Maddie Hong dan Sevdije Kastrati, ASC, menganalogikan AI dengan munculnya kamera digital—sebuah inovasi yang pada awalnya memicu skeptisisme tetapi pada akhirnya merevolusi industri dan membuka peluang kreatif baru. AI, dalam pandangan ini, tidak bertujuan untuk menggantikan kreativitas manusia melainkan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi, mempercepat alur kerja, dan memungkinkan ekspresi artistik yang lebih kompleks. Diskusi menegaskan bahwa kolaborasi antara manusia dan AI akan menjadi kunci untuk mencapai hasil terbaik, di mana AI berfungsi sebagai asisten cerdas yang memperkaya visi kreatif sinematografer dan sutradara.

Membentuk Masa Depan Sinema dan Industri AV

Secara keseluruhan, diskusi ASC menegaskan bahwa AI akan memainkan peran yang semakin sentral dalam evolusi sinema, tetapi keberhasilan integrasi ini sangat bergantung pada adanya pertimbangan etika dan hukum yang mendalam, keterbukaan terhadap perubahan, kemampuan beradaptasi, dan pengembangan kerangka kerja yang memfasilitasi kolaborasi manusia-AI. Studi terkini menyatakan bahwa pembentukan regulasi dan kebijakan yang fleksibel akan menjadi penentu utama dalam membentuk masa depan industri perfilman yang berkelanjutan dan etis (NC State 2025; Harvard Journal 2021). AI bukan lagi sekadar tren, melainkan elemen integral yang akan mengubah cara cerita diceritakan, gambar diciptakan, dan pengalaman sinematik disampaikan kepada audiens global.

Kesimpulan: Pentingnya Kebijakan Industri dan Peran Perubahan bertahap.

Dalam mengadopsi AI sebagai bagian integral seni visual dan perfilman, kebijakan industri yang jelas dan tegas sangat krusial untuk memastikan penggunaan AI yang etis dan bertanggung jawab. Peraturan ini harus mencakup aspek hukum, etika, dan perlindungan hak cipta untuk mencegah penyalahgunaan, sekaligus menjaga keberlanjutan industri kreatif.

Asosiasi Profesi dan usaha, berperan sebagai penggerak perubahan berjenjang dengan mendorong penerapan AI secara bertahap, dimulai dari ranah pendidikan dan pengembangan kreatif independen (non komersial). Pendekatan ini memungkinkan para pelaku seni dan pembuat kebijakan memahami, menguji, dan mengadaptasi teknologi AI dalam lingkungan aman dan terkendali sebelum implementasi industri. Strategi ini membangun fondasi penerapan AI yang tidak hanya inovatif, tetapi juga bertanggung jawab dan berkelanjutan. Tidak seperti saat kita (Indonesia) merubah teknologi seluloid (yang sudah terbukti sebagai arsip 100 tahun dibanding teknologi digital yang membutuhkan energi listrik yang besar/server) yang langsung mematikan elemen-elemen industri terkait.

Sinergi antara pendidikan, pengembangan teknologi independen, dan regulasi adaptif menjadi kunci keberhasilan memasuki era seni visual dengan AI. Kebijakan yang matang dan etika yang dijaga akan menjadi fondasi penting agar inovasi berjalan beriringan dengan tanggung jawab sosial dan hukum, membuka jalan bagi masa depan perfilman yang inklusif dan berwawasan.

"The ASC’s 'Visual Artistry in the Age of AI'." Diskusi Panel tentang Kecerdasan Buatan dalam Pembuatan Film. Clubhouse ASC 11-12 June 2025, edit @AriaAgni ICS.

📚 REFERENSI

Abbott, Kenneth W., and Duncan Hollis. "The Deepfake Challenge to Governance." Journal of Law and the Biosciences, vol. 6, no. 1, 2019, pp. 1-27. JSTOR, doi.org

Casey, Anthony, and Jennifer L. Doudna. "Legal and Ethical Issues in AI-Generated Content." Harvard Journal of Law & Technology, vol. 34, no. 2, 2021, pp. 317-350. Harvard Law School, jolt.law.harvard.edu

Floridi, Luciano. "Establishing the Rules for Building Trustworthy AI." AI & Society, vol. 35, no. 1, 2020, pp. 1-4. Springer, link.springer.com

"Ethical and Legal Considerations in Healthcare AI." PubMed Central (PMC), 2024. ncbi.nlm.nih.gov

Samuelson, Pamela. "Copyright and the New Technologies." Columbia Law Review, vol. 102, no. 6, 2002, hlm. 1656-1702.

PMC, "Ethical Use of Artificial Intelligence for Scientific Writing: Current Perspectives," 2024. ncbi.nlm.nih.gov/pmc

Wiley Online Library. "What Ethics Can Say on Artificial Intelligence: Insights from a Systematic Review." Ethics and Information Technology, 2024. onlinelibrary.wiley.com

"The Copyright Office's Latest Guidance on AI and Copyrightability." Entertainment Law Insights, Feb. 2025. (draft)

Trends Research. "AI in Entertainment: Balancing Innovation and Data Protection." 2025. (draft)

TechReg. "Reforming Copyright Law for AI-Generated Content." 2025. (draft)

NC State. "Artificial Intelligence 2025 Legislation." 2025. (draft)
Post Reply